Melongok Pernikahan Dini Di Tanjungpinang, Kenapa Bukit Bestari-Pinang Timur Tertinggi?
angkaberita.id – Diam-diam selama pandemi COVID-19, kasus pernikahan dini di Tanjungpinang tak sedikit. Sebaran terbanyak di Bukit Bestari dan Tanjungpinang Timur. Pemko Tanjungpinang menggandeng Forum Anak menekan kecenderungan itu.
Kendati dengan pertimbangan dan alasan tertentu pernikahan dini dimungkinkan, melalui mekanisme pengajuan dispensasi kawin di Pengadilan Agama bagi mempelai beragama Islam, namun secara umum pernikahan dini berisiko.
Secara fisik, organ reproduksi belum matang secara maksimal. Secara mental, menikah di bawah usia 18 tahun belum stabil menanggung tekanan dan beban sebagai calon orangtua kelak. “Reproduksi sehat disarankan menikah setelah usia di atas 20 tahun,” ujar Rustam, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Tanjungpiang, Senin (15/2/2021).
Secara ekonomi, Rustam menambahkan, biasanya pasangan menikah dini juga belum memiliki kemampuan optimal membiayai berbagai kebutuhan keuangan keluarga. “Bagus melanjutkan pendidikan dan mempersiapkan karir dululah (dibanding menikah dini),” ajak Rustam.
Mengutip data Pengadilan Agama, Rustam lantas menyodorkan jumlah permohonan dispensasi kawin lantaran belum cukup umur di Tanjungpinang. Selama pandemi, berdasarkan data itu, tercatat sebanyak 43 dispensasi kawin. Permohonan terbanyak dari Bukit Bestari dan Tanjungpinang Timur, masing-masing 15.
Permohonan terbanyak di bulan Juni, yakni 10. Sepanjang tahun 2020, hanya bulan April dan Mei nihil permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama Tanjungpinang. Pemerintah saat itu memang melarang adanya pernikahan di dua bulan itu seiring penetapan pandemi COVID-19 sejak Maret 2020.
Kendati pemerintah telah menerbitkan UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019, namun dispensasi kawin masih dimungkinkan merujuk ketentuan perundangan revisi UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Bahkan, Mahkamah Agung juga menerbitkan panduan menyidangkan perkara dispensasi kawin.
Dalam Perma No. 5 Tahun 2019, Mahkamah Agung memberikan rambu kepada hakim dalam perkara itu, semata berdasarkan dan mendasarkan putusan pada perlindungan dan kepentingan terbaik anak sesuai ketentuan perundangan dan konvensi, termasuk konvesi internasional perlindungan anak.
Lalu apa dilakukan Pemko Tanjungpinang? Rustam mengungkapkan, soal pernikahan dini pihaknya bersama dengan pemangku kepentingan lainnya bahu membahu menyikapi fenomena itu. Selain DP3APM, kerjasama melibatkan Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan Kemenag Tanjungpinang.
Dinas Pendidkan menyiasati dengan kebijakan memperluas akses wajib belajar 12 tahun, Disnaker memberikan pelatihan ketrampilan sehingga anak-anak lebih siap secara ekonomi. Kemenag mempersiapka fondasi keimanan dan spiritual sebagai bekal membangunan keluarga.
“Tentunya DP3APM melalui forum anak menjadi wadah para anak dan remaja berkiprah serta mensosialisasikan cegah pernikahan anak,” kata Rustam, soal inisiatif menekan kasus pernikahan dini. Selain forum anak, juga Puspaga dengan layanan konsultasi dan pembelajaran keluarga, termasuk bagi calon orangtua. Juga, PATBM di setiap kelurahan. (*)