angkaberita.id

Kejutan Jenderal Dari Tanjungpinang, Siapa Kapolri Pilihan Jokowi?

nama kepala lemdiklat polri komjen arif sulistyanto masuk menjadi satu dari lima nama usulan kompolnas kepada presiden sebagai kapolri. nama arif masuk di menit-menit terakhir, inikah kapolri pilihan jokowi?/dokumentasi bareskrim mabes polri via kumparan.com

Kejutan Jenderal Dari Tanjungpinang, Siapa Kapolri Pilihan Jokowi?

angkaberita.id – Kecuali Tito Karnavian, masa menjabat Kapolri di Tanah Air biasanya tak lebih dari dua tahun. Calon Kapolri juga harus berpangkat minimal bintang tiga alias Komjen. Dengan kata lain, senioritas pangkat dan usia menjadi pertimbangan Presiden Jokowi mengajukan nama calon Kapolri.

Tahun ini, Kapolri Jenderal Idham Azis memasuki pensiun bulan Februari mendatang. Kompolnas, sesuai mandat UU Kepolisian, mengusulkan nama kepada Presiden RI guna mendapatkan persetujuan DPR RI. Menko Polhukam Mahfud MD sebagai Ketua Kompolnas telah menyerahkan lima nama kepada Presiden Jokowi.

Dari lima nama itu, Komjen Arif Sulistyanto seorang di antaranya. Kini Kepala Lemdiklat Mabes Polri. Sebelum itu, dia menjabat Kabareskrim, dan jauh sebelum itu jenderal dari Nganjuk itu, juga pernah menjabat Kapolres Tanjungpinang. Arif merupakan rekan angkatan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Akpol 1987.

Artinya, secara angkatan Akpol merupakan senior Jenderal Idham Azis. Bersama dengan Wakapolri dan Kepala BNPT, Arif merupakan jenderal paling senior di antara lima calon diusulkan Kompolnas ke Presiden Jokowi. Dua nama lainnya, Kabaharkam dan Kabareskrim masing-masing Akpol angkatan 1989 dan 1991.

Berbeda dengan tiga nama pertama, munculnya nama Arif juga tak disangka-sangka alias kejutan. Karena, diyakini, jika Kapolri petahana Akpol angkatan 1988, berarti calon penerusnya angkatan di bawahnya, atau setidaknya seangkatan. Wakapolri dan Kepala BNPT merupakan rekan seangkatan Jenderal Idham Azis.

Hanya, jika berkaca dari pengalaman penunjukkan Kapolri di masa Presiden Jokowi, jenderal senior dalam usia dan kepangkatan paling berpeluang. Soal angkatan bisa jadi merupakan hukum tak tertulis, karena pada akhirnya Kapolri siapa pengisinya merupakan prerogatif Presiden.

Nah, berpijak pada asumsi itu, tak berlebihan jika Komjen Arif merupakan Kapolri pilihan Presiden Jokowi. Kenapa? Selain senior, secara pangkat dan jabatan, Arif juga pernah menjabat Kabareskrim meskipun terbilang singkat. Seperti hukum tak tertulis, jabatan Kabareskrim diyakini sebagai jabatan tiket menduduki Kapolri.

Secara kebetulan, dengan pengecualian Kapolri Tito Karnavian, Kapolri di masa Presiden Jokowi pernah menjabat Kabareskrim. Seperti Kapolri Sutarman dan Kapolri Idham Azis. Beda dengan SBY, di masa kepemimpinan Kapolri biasanya berstatus lulusan terbaik di Akpol angkatannya.

Selain dua kecenderungan itu, sejak jaman Presiden Soeharto terdapat kecenderungan menjadikan ajudan sebagai perwira tertinggi di jabatan TNI ataupun Polri. Selain ajudan, jika berkaca dari sejarah, sumber rekrutmen Kapolri di masa lalu ialah Kapolda. Jika dulu identik Kapolda Jawa Tengah dan Jawa Timur, belakangan Kapolda Metro Jaya.

Skenario itu, diyakini juga berlaku dalam bursa Kapolri sekarang. Lima nama usulan Kompolnas, selurunya pernah menjabat Kapolda. Lalu siapa Kapolri pilihan Jokowi? Karena Kapolri harus persetujuan DPR, petanya menjadi lebih dinamis. Apalagi, masing-masing Parpol di DPR berkepentingan dengan Kapolri.

Pendeknya, DPR juga ingin jagoan mereka duduk. Dengan kata lain, meskipun Kapolri menjadi prerogatif Presiden Jokowi, namun nama dimaksud juga harus sefrekuensi dengan DPR RI. Karenanya, berbeda dengan Tito dan Idham, calon Kapolri tidak mengerucut ke satu nama, namun justru ada lima calon.

Jika berkaca dari kondisi sebelum ini, Presiden Jokowi selalu memiliki cara menyiasati belitan dinamika politis itu. Dengan pertimbangan senioritas, usia dan kepangkatan, Komjen Arif merupakan calon Kapolri pilihan Jokowi. Alasan kedua, Komjen Arif juga diyakini tidak mewakili kubu bertarung di internal Mabes Polri.

Indonesia Police Watch (IPM), dalam banyak kesempatan, di internal Polri terdapat faksi. Seperti Faksi Solo, identik dengan perwira tinggi pernah menjabat di Solo atau dikenal dekat dengan Presiden Jokowi, juga Faksi Idham alias perwira tinggi dalam frekuensi Kapolri sekarang.

Dan, ketiga, Faksi Pejaten merujuk perwira tinggi dalam lingkaran Jenderal Budi Gunawan, Wakapolri di masa Kapolri Tito sekaligus mantan ajudan Presiden Megawati. Kini Budi Gunawan, BG sapaan akrabnya, Kepala BIN dan berkantor di Pejaten. Faksi Tito diyakini sudah banyak tergeser seiring lengsernya sang patron menjabat Mendagri.

Presiden Jokowi diyakini bakal memilih Komjen Arif demi menghapus stigma itu sekaligus pertarungan internal di Komisi III DPR, saat uji kepatutan dan kelayakan Kapolri ke depan. Pemilihan Arif, diyakini juga memungkinkan di periode lima tahun kepresiden Jokowi, dapat sekali lagi peralihan estafet ke Kapolri masa depan, paling lama dua tahun dari sekarang.

Asumsi itu, setidaknya dapat diraba dari lambatnya pengisian jabatan Kepala BNN, jabatan bintang tiga di Polri. Dengan mepetnya waktu akibat keterlambatan itu tak memungkinan terjadinya promosi dan mutasi di Mabes Polri, termasuk dua Kapolda paling potensial meramaikan bursa persaingan Kapolri, yakni Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Tengah. Mari Menunggu! (*)

Bagikan
Exit mobile version