Tahun 2021: Optimisme Di Tengah Pandemi
Dr Suyono Saputro *)
HANYA satu kata dapat saya simpulkan usai mengikuti Webinar Outlook Perekonomian Indonesia Tahun 2021 yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pekan lalu, OPTIMIS!
Di awal sambutan, Presiden Joko Widodo yang membuka webinar itu, mengajak semua pihak menyongsong tahun 2021 dengan memanfaatkan semua peluang yang ada namun tetap memperketat protokol kesehatan demi mengurangi dampak pandemi.
Presiden Jokowi wajar optimis, dan beliau tidak sendirian. Seluruh dunia, sekarang dilanda optimisme menghadapi 2021 walau pandemi belum ada tanda-tanda berkurang. Kuncinya satu: VAKSIN. Vaksin sudah mulai didistribusikan ke negara-negara pemesan siap digunakan secara massal, termasuk Indonesia.
Indonesia sudah mendapatkan kiriman 1,2 juta dosis vaksin buatan Sinovac dari Tiongkok, dan akan terus berlanjut hingga memenuhi kebutuhan minimal 70 persen penduduk. Saat ini, pemerintah masih terus menyusun kelompok super prioritas yang akan mendapatkan kesempatan pertama.
Benar, ini menjadi sebuah harapan baru atau game changer bahwa dunia sudah siap melawan keganasan Virus Corona yang sudah menyebabkan semua sektor terpuruk. Dalam kurun 150 tahun terakhir, belum ada pandemi yang melanda dunia dengan daya rusak separah Corona. Butuh waktu hampir satu tahun bagi dunia untuk menyusun serangkaian langkah taktis dan strategis untuk mereduksi dampak virus ini, termasuk upaya memproduksi vaksin.
Menutup tahun 2020 ini, hampir dapat dipastikan ekonomi dunia terkontraksi pada level minus 4,2 – 4,4 persen berdasarkan laporan tiga lembaga yaitu IMF, World Bank, dan OECD. Untuk negara maju (advanced economies) diprediksi tahun ini, terpuruk pada level minus 5,8 persen. Negara berkembang (emerging market developing economies) pada level minus 3,3 persen. Hanya China dan Vietnam yang masih tumbuh positif pada 2020 ini.
Proyeksi World Bank, Indonesia menutup tahun 2020 dengan pertumbuhan minus 2,2 persen atau lebih rendah dibanding proyeksi APBN sebesar minus 1,7 persen. Sampai triwulan ketiga, ekonomi Indonesia menguat -3,49 persen setelah pada triwulan dua sempat anjlok pada -5,32 persen. Angka triwulan tiga tersebut masih lebih baik dibandingkan negara maju lain yang terpuruk dibawah -4 persen.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto optimis 2021 Indonesia mampu rebound pada level 4,5 – 5,5 persen, dengan mengandalkan UU Cipta Kerja dan vaksin. Vaksin diharapkan efektif menggerakkan sektor ekonomi. Beberapa indikator juga menunjukkan tren penguatan, seperti nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, indeks harga saham, dan harga komoditas.
Harga minyak pada 2021 diproyeksikan mampu menguat pada kisaran US$43,8 (data World Bank), namun US Energy Information Administration (EIA) memperkirakan bisa mencapai US$49 per barel dan Goldman Sach bahkan memprediksi angka yang lebih tinggi di kisaran US$61 per barel. Pada 2020 ini harga minyak bertahan di level US$41 – US$43 per barel.
Untuk CPO, harga diperkirakan melonjak menjadi US$719 per ton pada 2021 dari US$717 per ton pada 2020. Sementara batu bara diprediksi masih bertahan pada level US$57 per ton pada tahun depan.
Untuk program penanganan dan pemulihan, Pemerintah tetap mengalokasikan stimulus pada 2021 sebesar Rp 372 triliun untuk sector Kesehatan, perlindungan social, UMKM, pembiayaan korporasi, dan insentif pajak. Pada 2020 total stimulus yang dikucurkan pemerintah sebesar Rp 695,2 triliun.
Pertumbuhan PDRB di negara Asean juga positif. Ini memberikan sentiment positif bagi penguatan ekonomi kawasan pada 2021 mendatang. Malaysia kendati masih terkontraksi minus 4,5 persen pada 2020 namun tetap optimis tahun depan mampu tumbuh pada kisaran 6,5 – 7,5 persen. Singapura juga tumbuh positif 6 persen setelah terpuruk minus 6,5 persen pada 2020.
Tren Positif
Tentu saja, proyeksi ekonomi tahun depan di level regional justru memberikan angin segar bagi pemulihan ekonomi Provinsi Kepri sebagai daerah paling dekat dengan Singapura dan Malaysia.
Performa PDRB Kepri selama 2020 ini, terbilang tak terlalu jelek. Sempat positif pada triwulan satu di angka 2,05 persen, kemudian terpuruk pada triwulan dua jadi – 6,6 persen. Namun menguat -5,8 persen pada triwulan tiga. Kondisi ini masih dimaklumi mengingat pariwisata terdampak parah pada awal pandemi. Sektor pariwisata menjadi kontributor terbesar ketiga setelah industri pengolahan dan konstruksi.
Sekitar 73,7 persen ekonomi Kepri pada kuartal ketiga masih ditopang sektor industri pengolahan, konstruksi dan pariwisata (akomodasi dan penyediaan makan minum). Walau masih minus, namun trennya sudah mulai menguat.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah untuk tetap menjaga tren positif ini selama pandemi. Pemda memutuskan tidak menerapkan pembatasan sosial bagi industri dan mempersilakan tetap beroperasi seperti biasa. Sektor konstruksi pun mulai bergeliat pada akhir 2020 ini hingga tahun depan, dengan relaksasi dan kemudahan pembiayaan dari perbankan, serta sektor akomodasi pariwisata yang juga mulai bergerak dan ramai kunjungan.
Negara-negara tujuan ekspor Kepri seperti Singapura, Malaysia, Tiongkok, dan AS diprediksi mengalami pertumbuhan pada tahun depan. Tiongkok bahkan tumbuh hampir 9 persen. Sedangkan AS di kisaran 4 persen. Ini menjadi sinyal positif bagi industri di Kepri untuk meningkatkan kapasitas dan potensi untuk menambah lapangan kerja.
Berdasarkan rilis BPS Kepri, selama Januari-November 2020 total ekspor non migas Kepri tercatat US$8,8 miliar atau naik 5,8 persen dibandingkan periode sama 2019. Sektor non-migas meliputi industri, pertanian, dan pertambangan berkontribusi sebesar 81,35 persen dari total ekspor Kepri. Sektor industri pengolahan sendiri menyumbang 79,87 persen dengan total US$8,6 miliar hingga November 2020.
Tekan Covid
Perkembangan virus Corona di dunia saat ini belum bisa dikatakan berakhir. Data worldometer mencatat sampai 27 Desember jumlah kasus sudah menyentuh level 81,2 juta kasus dengan total pasien meninggal 1,7 juta orang dan 57,7 juta pasien sembuh.
Secara global, Indonesia berada di posisi 20 dengan jumlah kasus 713.365 orang dan korban meninggal 21.237 orang. Amerika Serikat masih mencatatkan jumlah kasus tertinggi di dunia dengan 19,5 juta kasus dan India dengan 10 juta kasus. Sepanjang Maret hingga Desember 2020 ini, tren grafik Covid-19 di Indonesia masih terus naik.
Walaupun masih berjibaku dengan penanganan Covid-19 dan angka kasus yang belum ada tanda-tanda berakhir, pemerintah pusat dan daerah sepertinya sudah tidak sabar untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi ini.
Jelas ini bukan pekerjaan gampang, taruhannya adalah penyebaran virus yang tidak akan berakhir. Untuk itu, selain hasrat untuk tetap meningkatkan ekonomi, tapi pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat jangan sampai terabaikan. Terutama saat musim liburan akhir tahun tiba.
Pemerintah boleh saja menargetkan kebangkitan sektor wisata dan sektor lainnya selama 2021 mendatang, namun harus diingat, kontributor wisawatan terbesar kita masih berasal dari Singapura, Malaysia, dan Tiongkok. Kebijakan pembukaan akses perbatasan masih belum sepenuhnya mudah bagi para pelancong.
Apalagi Singapura makin memperketat warganya yang bepergian ke luar negeri termasuk ke Indonesia dengan sejumlah aturan yang memberatkan. Di pasar domestik saja, para pelancong lokal terpaksa harus merogoh kocek yang dalam hanya untuk periksa PCR antigen yang lebih mahal dibandingkan rapid test biasa.
Situasi ini tentu kontraproduktif dengan target pertumbuhan sektor wisata, kendati protokol kesehatan ini wajib dipatuhi agar penyebaran virus bisa ditekan seminimal mungkin.
Tahun 2021, Bank Indonesia Kepri memproyeksikan ekonomi tumbuh positif 3,9 – 4,9 persen (yoy), sedangkan untuk Batam diperkirakan masih tumbuh 4,4 – 5,4 persen (yoy). Sama halnya dengan nasional, optimisme rebound ekonomi di Kepri juga dipicu ketersediaan vaksin pada awal tahun depan.
Selain itu, menurut Muzni Hardi, Kepala BI Kepri, ada lima faktor lain yang juga harus menjadi perhatian selain vaksin yaitu mendorong pergerakan sector-sektor produktif, akselerasi belanja pemerintah, resrukturisasi kredit bagi pelaku usaha, perkuat sinergi pelaku usaha dan lembaga keuangan, serta digitalisasi UKM.
Digitalisasi ini menjadi sebuah keniscayaan, khususnya bagi UKM termasuk Lembaga perbankan sendiri. Sejak pandemi melanda, sektor bisnis yang berbasis digital memang paling merasakan keuntungan. Ketika konsumen lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan enggan keluar ke pasar/mall, maka jasa pengantaran dan pemesanan secara online tumbuh signifikan.
Tentu untuk menjaga momentum pertumbuhan tidak bisa dilakukan secara parsial, tapi merupakan akumulasi dari serangkaian kebijakan yang dilaksanakan secara konsisten oleh seluruh pemangku kepentingan baik pemda, pengusaha, dan masyarakat, apakah kebijakan terkait penanganan Covid ataupun pemulihan ekonomi.
Kita ingin wabah virus ini cepat berakhir maka disiplin dalam menerapkan Prokes adalah wajib. Untuk itu, mari kita dukung apapun program pemerintah untuk menekan laju penyebaran virus ini sembari tetap bekerja dan produktif memanfaatkan semua peluang. Mari kita sambut 2021 dengan optimis! (*)
*) Dosen Universitas Internasional Batam/Pengurus ISEI Cabang Batam
DISCLAIMER: Setiap tulisan di rubrik kolom sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulisnya masing-masing