angkaberita.id

Perspektif: Budi Sadikin Jadi Menkes, Cara Baru Jokowi Hadapi Pandemi COVID-19?

Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin saat diperkenalkan Presiden RI, Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Joko Widodo melantik 12 orang wakil menteri Kabinet Indonesia Maju/foto via KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO

Perspektif: Budi Sadikin Jadi Menkes, Cara Baru Jokowi Hadapi Pandemi COVID-19?

Agoes Soemarwah *)

PRESIDEN Jokowi menunjuk Budi Gunadi Sadikin, mantan bankir di tanah air menjadi Menteri Kesehatan menggantikan Terawan Agus Putranto. Bersama lima nama lainnya, Budi bakal menjadi ‘tangan kanan’ presiden menghadapi pandemi COVID-19 sekaligus melewati kelimun politik setelah dua menteri dijerat KPK.

“Budi Gunadi Sadikin beliau sebelumnya Direktur Utama Bank Mandiri, Direktur Utama Inalum dan terakhir menjadi Wakil Menteri BUMN dan sekarang kita berikan tanggung jawab untuk memimpin Kementerian Kesehatan,” ujar Presiden Jokowi, Selasa (22/12/2020), saat konferensi pers resafel Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara.

Meskipun bukan dokter, sarjana teknik nuklir ITB , itu malang melintang di bisnis perbankan tanah air. Sebelum menjabat Wakil Menteri BUMN, tangan kanan Erik Thohir di Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional, juga sempat menakhodai Bank Mandiri sekaligus bank pelat merah dengan aset terbesar di Tanah Air.

Jejaring dan pengalamannya berjibun. Selama pandemi COVID-19, seperti dilansir CNBC Indonesia, Budi berperan dalam pengadaan 20 alat PCR test dengan kapasitas lebih dari 10,000 test/hari atau 28 persen dari kapasitas nasional, vaksin COVID serta membuat sistem pelaksanaan berikut distribusi vaksinasi dan obat penyembuhan (thereupatic) COVID-19.

Budi juga aktif memonitor dan mengelola 70 Rumah Sakit kelolaan BUMN dalam penanganan COVID-19 di Tanah Air, satu di antaranya dengan menaikkan kapasitas tempat tidur rumah sakit itu menjadi lebih dari 6.500. unit. Anehkah? Jika rujukannya urusan kesehatan harus ditangani dokter atau lulusan keilmuan kesehatan, jawabnya tentu saja aneh.

Namun kalau pertimbangannya pengalaman dan, terpenting, seluruh masalah beres tertangani (get things done), Budi pilihan masuk akal. Apalagi, selama pandemi Kemenkes paling banyak disorot, bahkan Menkes Terawan tak putus dirundung kritikan dari sejawatnya di Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Tanpa maksud membandingkan, pilihan Jokowi dalam resafel kali ini bukannya tanpa contoh, termasuk sewaktu menggandeng Prabowo menjabat Menteri Pertahanan sehabis Pilpres 2019.

Selain rekonsiliasi, Jokowi menunjuk Prabowo menjadi tangan kanannya di sektor pertahanan juga mirip cara Presiden Obama saat membangun kabinet di periode empat tahun pertamanya. Selain menunjuk dua kader Partai Republik di kabinetnya, Obama juga menunjuk Hillary Clinton, lawan politik di Pilpres 2008. Bedanya, Obama dan Hillary sama-sama sekubu, Partai Demokrat.

Kepada media saat itu, Obama mengaku terinspirasi Abraham Lincoln. Sehabis memenangi Pilpres, Abe demikian panggilan akrabnya juga menunjuk sejumlah rival separtainya menjadi menteri kunci. Selain Menlu, presiden dari Partai Republik, itu juga menunjuk rivalnya menjadi Menteri Urusan Perang dan Jaksa Agung.

Tak heran, jika banyak pakar politik di Amerika Serikat mengidentikkan Partai Republik dengan Partai Abe, hingga kemunculan Presiden Ronald Reagan. Obama sengaja ingin membentuk kabinet berisi tokoh kompeten, meskipun berbeda secara pandangan politik. Buku karya Dorris Kearn berjudul Team Of Rival menjadi pegangannya.

Langkah serupa juga dilakukan Joe Biden, Presiden terpilih Amerika Serikat hasil Pilpres 2020. Bedanya, lantaran krisis kesehatan akibat pandemi COVID-19 menjadi-jadi di Negeri Paman Sam, Biden memilih membentuk kabinet berdasarkan sosok kompeten dan berpengalaman menghadapi krisis, termasuk mengelola banyak orang.

Pengamat di sana menjuluki kabinet pilihan Biden, Wapres Obama selama dua periode, sebagai Team Of Carreerist lantaran pengalaman sebelumnya serta dedikasi dan keahlian selama delapan tahun berkarir membantu di pemerintahan Obama-Biden kurun 2009-2016. Sebut saja dua nama sebagai contoh. Kamala Harris, duet Biden saat menghadapi Presiden Donald Trump pada Pilpres Amerika Serikat bulan November lalu.

Sebelum menjadi Senator AS asal California, Kamala merupakan jaksa negara bagian itu, setara dengan Kepala Kejati di tanah air. Nah, Kejaksaan California merupakan kantor pengacara negara terbesar di Negeri Paman Sam, baik yurisdiksi hukum maupun jumlah pengacaranya. Bahkan, New York masik kalah banyak meskipun banyak berkantor firma hukum terbesar di Negeri Paman Sam.

Contoh kedua, Xavier Beccera. Pengganti Kamala sebagai Jaksa Negara Bagian California. Sebelum itu, dia merupakan anggota DPR Amerika Serikat. Nah, pertimbangan terpenting Biden menempatkan dia menjadi Menteri Kesehatan lantaran ingin mengamankan UU Jaminan Kesehatan Universal (Obamacare).

Seperti diketahui, Obamacare merupakan isu bidikan kubu Republik. Sudah tak terhitung kubu Republik menggugat ke Mahkamah Agung agar membatalkan, namun selalu gagal. Xavier merupakan pengacara kunci sekaligus koordinator jaksa negara bagian kubu Demokrat mempertahankan “perundangan kunci” (landmark law) warisan Obama-Biden di Mahkamah Agung dari serangan kubu Republik.

Dengan perspektif itu, Jokowi agaknya ingin Kementerian Kesehatan ditangani sosok berpengalaman serta kompeten di berbagai sektor berbeda sekaligus luas jejaring kerjanya, termasuk skala internasional. Sektor perbankan merupakan sektor ekonomi paling meniscayakan jejaring dan kompetensi lantaran sifat bisnisnya, selain kepercayaan juga kehati-hatian. (*)

*) Pemimpin Redaksi Angkaberita.id

Bagikan
Exit mobile version