Fri. Apr 19th, 2024

angkaberita.id

Situs Berita Generasi Bahagia

COVID-19: Tanpa Perlu Syarat Zonasi, Kini Kebijakan Sekolah Tatap Muka Otoritas Daerah

2 min read

selain rencana penerapan sekolah virtual, mulai januari 2021 mendikbud mengizinkan daerah membuka persekolahan tatap muka tanpa perlu mempertimbangkan zonasi risiko pandemi. namun kemendikbus juga mengizinkan orangtua peserta didik melarang anaknya mengikuti persekolahan itu. intinya persekolahan tatap muka diperbolehkan, bukan diwajibkan/foto ilustrasi via hariansib.com

COVID-19: Tanpa Perlu Syarat Zonasi, Kini Kebijakan Sekolah Tatap Muka Otoritas Daerah

angkaberita.id – Selain berencana menerapkan sekolah virtual, Kemendikbud tahun depan juga mengizinkan Pemda memutuskan pembukaan sekolah alias kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di seluruh zona pandemi COVID-19. Mulai Januari, Pemda memiliki otoritas penuh keputusan itu.

“Perbedaan besar di SKB sebelumnya, peta zonasi risiko tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka. Tapi Pemda menentukan sehingga bisa memilih daerah-daerah dengan cara yang lebih detail,” ungkap Nadiem Makarim, Mendikbud dalam jumpa pers di akun Youtube Kemendikbud RI, seperti dilansir CNN Indonesia, Jumat (20/11/2020).

Mendikbud mengatakan, kebijakan itu berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021. “Jadi daerah dan sekolah sampai sekarang kalau siap tatap muka ingin tatap muka, segera tingkatkan kesiapan untuk laksanakan ini,” pesan Nadiem.

Mendikbud menambahkan, keputusan pembukaan sekolah akan diserahkan kepada Pemda, Kanwil (Dinas Pendidikan) dan orangtua melalui Komite Sekolah. Orangtua peserta didik, lanjut Nadiem, juga dibebaskan melarang anaknya ikut persekolahan tatap muka itu, sekalipun sekolah dan Pemda telah mengizinkan persekolahan.

“Pembelajaran tatap muka diperbolehkan, bukan diwajibkan,” tegas Nadiem. Pada Agustus 2020, Nadiem mengizinkan sekolah di zona kuning dan hijau membuka persekolahan tatap muka. Saat itu, Kemendikbud mencatat setidaknya 43 persen peserta didik berada di daerah zona itu.

Keputusan itu, saat itu, juga dipicu kebijakan PJJ alias sekolah online di sejumlah daerah dinilai tidak berjalan normal. Selain itu, muncul kekhawatiran dampak buruk akibat PJJ dalam jangka panjang. Menurut Nadiem, sebanyak 88 persen sekolah di daerah tertinggal, terluar dan terdepan berstatus zona hijau dan kuning.

Meskipun pembukaan saat itu, dilakukan dengan sejumlah syarat seperti izin Pemda dan orangtua, namun tetap menyisakan kekhawatiran. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengklaim masih banyak sekolah belum siap secara protokol kesehatan.

Sedangkan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritik penggunaan zonasi sebagai tolok ukur pembukaan sekolah. Sebab menurut pantauan mereka, tidak sedikit sekolah melanggar, tapi bebas dari sanksi.

(*)

Bagikan