angkaberita.id

Skema Baru Pensiunan, Uang Pensiun PNS Dapat Cair Miliaran Rupiah?

rencana pemerintah mengubah skema pensiun pns dari kondisi sekarang belum terealisasi. Sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah mengkaji sungguh-sungguh, termasuk menyiapkan skenario tambahan. kenapa?/foto ajeng dinar ulfiana via katadata.co.id

Skema Baru Pensiunan, Uang Pensiun PNS Dapat Cair Miliaran Rupiah?

angkaberita.id – Seiring rencana skema baru pensiun PNS, usulan KemenPAN dan Reformasi Birokrasi agar pensiunan nantinya dapat mencairkan uang pensiun hingga miliaran rupiah menjadi perbincangan hangat. Namun pelaksanaannya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Seperti diberitakan, KemenPAN dan Reformasi Birokrasi mengusulkan agar ASN mendapatkan dana pensiun hingga Rp 1 miliar mengundang perdebatan. MenPAN Tjahjo Kumolo mengemukakan itu di satu acara pada awal tahun 2020 silam, persisnya di Februari 2020.

Tjahjo, bahkan mengklaim telah berkomunikasi dengan Menkeu Sri Mulyani ikhwal itu, meskipun belakangan kader PDIP itu mengklarifikasi usulannya. “Salah kutip,” kata Tjahjo saat itu, seperti dikutip CNBC Indonesia. Usulan mencuat seiring rencana pemerintah menerapkan skema fully funded dalam pengelolaan dana pensiun PNS.

Dengan skema itu, nantinya pembayaran pensiun akan dibayarkan patungan antara ASN dan pemerintah, sebagai pemberi kerja. Sedangkan besarannya bisa ditentukan dan disesuaikan berdasarkan jumlah gaji PNS diterima setiap bulannya.

Nah, dengan skema baru, bukan tak mungkin penisunan diterima PNS lebih besar. Bahkan, catatan KemenPAN RB mengungkapkan, PNS eselon I di kementerian bisa mendapatkan pensiunan hingga Rp 20 juta per bulan. Hingga sejauh ini belum jelas kepastian penerapan skema itu.

Namun pengelolaan dana pensiun dengan skema itu bukan mustahil, meskipun ada saran agar dana pensiun tengah dikaji dan bakal diubah sistemnya nanti tidak tumpang tindih dengan program Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) sekarang.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, program dana pensiun diatur di dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) 45 tahun 2015. Nah, di situ tertulis peserta yang mencapai usaha pensiun belum memenuhi masa iuran 15 tahun, maka peserta tersebut tetap berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya.

Adapun dana pensiun sekarang, sebutnya masih mengadopsi skema pay as you go. Artinya, PNS memasuki masa pensiun, APBN akan menanggung pensiunan sampai istri/suami dan anak. Kepada anak, batas pemberian pensiun hanya sampai anak ke-2, dan itu pun dibatasi lagi menjadi maksimal 25 tahun, belum menikah, dan belum bekerja.

“Ini memang sudah berjalan hampir 20 tahun lebih. Artinya, ketika masa tua bisa dijamin, tidak masuk ke dalam kemiskinan. Paling tidak orang tua yang sudah lansia bisa mendapat jaminan kesehatan,” kata Timboel.

Nah, di dalam PP 45/2015 sebenarnya, telah diamanatkan agar ada kenaikan iuran maksimal 3 tahun. Namun, hingga kini belum direalisasikan. Harusnya dari tahun 2015 ke 2018 silam, sudah ada kenaikkan iuran.

Besaran iuran penyesuaian itu dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional sekaligus dasar penyesuaian kenaikan besaran iuran secara bertahap menuju 8 persen.

Kondisi sekarang, dana pensiun PNS, TNI/Polri dan Pejabat Negara di angka 4,75 persen penghasilan per bulan, mencakup gaji pokok dan tunjangan keluarga. Sementara pemerintah tidak ikut membayar iuran. Berbeda dengan skema dana pensiun swasta, iuran jaminan pensiunan wajib dibayarkan setiap bulan sebesar 3 persen dari upah per bulan.

Iuran itu wajib ditanggung bersama pemberi kerja selain penyelenggara negara sebesar 2 persen dari upah dan 1 persen dari upah ditanggung peserta. Dengan sistem dana pensiun sekarang, Timboel menyebut beban ke APBN kian berat.

Dia juga menyarankan pemerintah membuka cakupan program dana pensiun, bukan hanya pekerja-pekerja formal, tapi juga kepada pekerja-pekerja informal. Untuk pekerja informal, kata Timboel besaran iurannya bisa disamakan dengan skema sekarang. Misalnya berbasis UMP, dipotong 3 persen sebagai iuran pensiunan.

Semisal UMP Rp 4 juta, 3 persennya setara Rp 120 ribu. Nah, nilai itu menjadi besaran iuran bagi pensiunan pekerja sektor informal. Sehingga, Timboel meyakini, tidak akan memberatkan APBN. Meski demikian, dia tidak menyarankan pemerintah membayar dana pensiun PNS dan TNI/Polri langsung sekali bayar seperti program JHT BPJS Ketenagakerjaan.

“Kalau pembayaran sekali bayar, kan overlapping dengan JHT dan orang-orang kita rata-rata tidak mengerti dengan manage uang. JHT dan pensiun itu relatif udah berat pembagiannya. Ketika pensiun dapat iuran pasti setiap bulan dan juga dapat JHT,” dalih Timboel.

(*)

Bagikan
Exit mobile version