angkaberita.id

COVID-19: Mendeteksi Superspreader, Mewaspadai Pandemi Klaster Kepala Daerah. Bagaimana Kepri?

kendati kuantitas tes covid-19 menjadi kunci memetakan pandemi covid-19, namun pakar kesehatan di jerman tak menganggapnya efektir menekan penyebaran pandemi covid-19, kecuali mendeteksi superspreader alias biang klasternya/foto ilustrasi virus corona via kompas.com

COVID-19: Mendeteksi Superspreader, Mewaspadai Pandemi Klaster Kepala Daerah. Bagaimana Kepri?

angkaberita.id – Seiring meningkatnya kasus COVID-19 di Kepri, perlahan namun pasti jumlah tenaga medis terjangkit pandemi terus bertambah. Setelah Tanjungpinang, bahkan berujung penutupan dua IGD rumah sakit, tenaga medis di Batam juga mulai terkena satu per satu.

Seperti tenaga medis, kendati tak bersinggungan langsung dengan pasien COVID-19 kasus kepala daerah di tanah air terjangkit COVID-19 juga terus bertambah. Tercatat belasan kepala daerah terinfeksi virus corona, sebagian di antaranya berakhir kematian seperti Walikota Tanjungpinang, Syahrul.

Jika kasus kematian dokter di tanah air akibat COVID-19 sebanyak 75 orang, termasuk dua kasus di Kepri, yakni dokter Amir Hakim Siregar dan dokter Syamsu Rizal. Kasus kepala daerah meninggal akibat serangan virus corona sejauh ini, tercatat sebanyak lima orang termasuk Walikota Tanjungpinang, Syahrul.

Terbaru, Bupati Padang Pariaman, Sumatera Barat, terkonfirmasi positif COVID-19. Seperti dilaporkan antaranews, berdasarkan hasil tes usap, Minggu (23/8/2020), Bupati Ali Mukhni dinyatakan terjangkit COVID-19. “Berdasarkan hasil tes usap yang disampaikan Satgas COVID-19 Sumbar, saya dinyatakan positif COVID-19,” ujar Ali melalui video di Parit Melintang, Minggu.

Dia mengaku dirinya dalam kondisi tanpa gejala dan tengah isolasi mandiri di rumah sejak diambil sampel, Jumat (21/8/2020). Kondisi tanpa gejala juga terjadi pada Plt Bupati Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin, meskipun sejak 10 hari terakhir mengeluh sakit. Kondisi tanpa gejala, dulu OTG, menjadi kian umum pada penderita COVID-19.

Di Inggris, hasil survei ONS lembaga pemerintah di sana, hanya 22 persen pasien COVID-19 mengaku merasakan gejala. Selebihnya tanpa gejala, dan baru mengetahui setelah menjalani pemeriksaan tes usap. Di Amerika Serikat, kondisinya 40 persen mengaku merasakan gejala. Amerika Serikat dan Inggris, seperti diketahui, dua negara dengan kasus kematian akibat COVID-19 tertinggi di dunia.

Strategi Test, Trace, Treat, bagian kalangan medis, menjadi satu-satunya cara masuk akal membendung penyebaran pandemi COVID-19. Kian banyak sampel tes, makin cepat diketahui jumlah penderita COVID-19, sehingga membantu mempercepat mitigasinya.

Kalangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan target tes per harinya 50 ribu. Berdasarkan data, jumlah tes COVID-19 di tanah air berada di urutan ke-11 di Asia. Namun, tanpa dibarengi dengan kesiapan pelayanan kesehatan publik lainnya, kuantitas tes juga tidak akan maksimal. Ujung-ujungnya, jika tak tersedia lokasi isolasi, penderita bakal karantina mandiri.

Mendeteksi Biang Klaster

Jika di dalam negeri, kalangan dokter menyarankan tes COVID-19 secara massif. Di Jerman justru memilih jalan berbeda. Berdalih lonjakan hasil tes COVID-19 belum tentu membendung penyebaran COVID-19, yang terjadi justru mempersulit proses pelacakkan kontak erat setiap pasien terbukti positif hasil tes usapnya.

Apalagi, seringkali pasien sejatinya sudah terjangkit COVID-19 jauh sebelum hasil tes keluar. Sehingga risiko penularan tak terbendung, bahkan meskipun dilakukan pelacakan kontak erat secara massif. Berkaca keberhasilan Jepang, pakar kesehatan Jerman justru menyarankan strategi deteksi dini superspreader alias biang klaster.

Yakni, kegiatan sosial melibatkan banyak orang. Nah, pada kesempatan itulah, dilakukan tes secara random terhadap warga di lokasi. Setiap hasil positif berarti seluruh warga berada di lokasi kegiatan itu langsung karantina. Dengan kata lain, pemerintah harus memetakan dan mendeteksi aktivitas sosial berlangsung bepotensi menjadi klaster baru.

Kian sedikit potensi superspreader bararti kian jalan protokol kesehatan, yakni pembatasan aktivitas sosial (social distancing). Jika mengadopsi strategi itu, Satgas COVID-19 di Kepri juga harus mulai memetakan dan mendeteksi potensi dan peta sebarannya. Apalagi Kepri tengah musim Pilkada serentak. Godaan mengumpulkan orang dalam jumlah tak sedikit sangat kuat.

Tanpa kesungguhan antisipasi dan kejelasan strategi, khususnya mendeteksi potensi superspreader, kasus lonjakan COVID-19 di Tanjungpinang pada akhir Juni lalu bukan tak mungkin bakal terulang

Satgas COVID-19 tentu tak ingin mengulang keresahan warga di Tanjungpinang saat itu, setelah lebih 1.000 orang terpaksa harus menjalani tes usap di rumah sakit, kecuali Satgas COVID-19 Kepri memang memiliki pertimbangan sendiri di musim Pilkada sekarang.

(*)

UPDATE: Penambahan Infografis Kepala Daerah Terjangkit COVID-19 Di Tanah Air Kurun Maret-Agustus 2020

Bagikan
Exit mobile version