angkaberita.id

Pilkada 2020: Empat Tahapan Berisiko Klaster Pandemi, Mencuat Golput COVID-19. Bagaimana Kepri?

tahun 2020 merupakan tahun pilkada serentak. total 270 daerah menggelar pemilhan kepala daerah, termasuk di Kepri. pemerintah mengalokasikan angaran keamanan dan pertahanan terbesar di rapbn 2020 demi memastikan pilkada serentak berlangsung aman/foto via joss.co.id

Pilkada 2020: Empat Tahapan Berisiko Klaster Pandemi, Mencuat Golput COVID-19. Bagaimana Kepri?

angkaberita.id – Kendati masih hitungan bulan, KPU sebaiknya bersiap diri terhadap kondisi tak terduga. Selain berisiko penularan sekaligus klaster pandemi corona, Pilkada serentak termasuk Pilgub Kepri pada 9 Desember mendatang, juga diprediksi bakal diwarnai fenomena ‘Golput COVID-19’. Benarkah?

Risiko penularan itu, seperti dilansir Katadata mengutip paparan peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, terdapat pada empat tahapan Pilkada. Pertama, pada tahapan pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih.

Di sini, Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) mendatangi langsung pemilih dan mengadakan pencocokan dan penelitian alias coklit data. “Tahapan ini memang masih riskan karena melibatkan publik,” kata Peneliti Puskapol UI, Delia Wildianti saat mengikuti diskusi secara virtual, Jumat (10/7/2020).

Kedua, pada tahapan terkait pindah memilih. Sebab, warga ingin pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus mendatangi langsung kantor PPPS asal atau KPU kabupaten/kota tujuan. Ketiga, saat kampanye. Utamanya, yang bersifat terbatas, tatap muka, dan dialog.

Tahapan tersebut akan menimbulkan interaksi langsung antara pasangan calon dengan pemilih, sehingga berpotensi menularkan virus pemicu COVID-19. Lewat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada, KPU memang telah mengantisipasinya.

“Tapi harus dipastikan informasi ini sampai di tingkat terbawah,” kata Delia. Sosialisasi ke publik demi memastikan tidak adanya kerumuman saat kampanye. “Khawatirnya, ada masyarakat belum mengantisipasi pandemi, tapi dihadapkan pada Pilkada. Saya khawatir, penyelenggaraan Pilkada yang disalahkan,” ujar dia.

PKPU itu memang mengatur juga bahan alat peraga kampanye ke publik. KPU diharapkan mengawasi ketat aturan itu. Empat, tentu saja saat pemungutan suara pada 9 Desember mendatang. Apalagi, Delia mengatakan, berdasarkan hasil jajak pendapat Kompas pada 8 Juni lalu, hanya 65 persen warga bersedia datang dan memilih calon Pilkada.

Sebanyak 28 persen responden menyatakan tidak bersedia. Lalu, 7 persen selebihnya menjawab tidak tahu. “Ada 28 persen yang tidak bersedia berpartisipasi. Ada penurunan partisipasi pemilih, sangat mungkin terjadi akibat COVID-19,” analisis Delia.

Jika itu menjadi kenyataan, secara teori bakal terjadi fenomena golongan putih teknis akibat COVID-19, bukan Golput ideologis. Nah, Delia meminta KPU mengantisipasi potensi penurunan partisipasi itu agar Pilkada berkualitas. “Di sini, yang dipertaruhkan yakni memberikan keamanan dan keselamatan kepada pemilih,” tegas Delia.

(*)

Bagikan
Exit mobile version