angkaberita.id

COVID-19: Jepang Kembangkan Tes Liur, Hasil Seakurat SWAB Test Hitungan 25 Menit

perusahan jepang mengklaim berhasil mengembangkan pengujian covid-19 berbasis air liur pasien dengan akurasi hasil setara pcr test dengan kelebihan waktu identifikasi hasil hanya hitungan 25 menit/foto ilustrasi via detikcom

COVID-19: Jepang Kembangkan Tes Liur, Hasil Seakurat SWAB Test Hitungan 25 Menit

angkaberita.id– Perusahaan Jepang, Shionogi & Co Ltd bekerjasama dengan sejumlah universitas di Jepang, mengklaim telah menemukan cara mendeteksi virus corona melalui air liur (saliva test). Selain diklaim akurat, hasil pengujiannya juga diketahui dalam hitungan 25 menit saja.

Laporan Aljazeera mengutip Reuters mengungkapkan, pengujian dilakukan dengan memanaskan sampel air liur pasien dan menambahkan reagen khusus ke dalamnya. Jika terjadi perubahan warna mengindikasikan adanya virus di pasien tadi.

Sehingga dengan metode STATIC tidak diperlukan lagi peralatan pendeteksi tambahan. Cukup berubahnya warna dalam sampel air liur tadi. STATIC, demikian nama metodenya, juga membantu pasien lantaran tidak perlu repot-repot pemeriksaan tambahan lainnya.

Secara sederhana, cara kerjanya hampir mirip dengan pengujian kehamilan dengan sampel air urin. Dalam rilis resminya, Senin (22/6/2020), perusahaan bersangkutan juga mengklaim akurasi tes temuannya setara setara pengujian berbasis lendir tenggorokan pasien seperti SWAB Test berbasis PCR.

Shionogi mendapatan lisensi pengembangan teknologi pengujian COVID-19 dari Universitas Nohon, Universitas Gunma dan Tokyo Medical University. Pemerintah Jepang juga telah menyetuji pengujian COVID-19 berbasis air liur pasien awal bulan ini, dengan menyatakan pengujian seperti itu lebih aman, sederhana dibanding pengujian berbasis SWAB.

Selama ini, demi menanggulangi pandemi COVID-19, SWAB Test dan Rapid Test menjadi andalan menekan penyebaran wabah virus corona. SWAB Test dengan sampel lendir di tenggorokan pasien dan menjadi satu-satunya metode paling akurat sejauh ini, meskipun diperlukan waktu lebih lama dan biaya tidak sedikit.

Dibandingkan, setidaknya, dengan Rapid Test, yakni metode pengujian berbasis serologi dengan menggunakan sampel darah pasien. Tujuannya mengetahui ada tidaknya pembentukan antibodi di dalam tubuh pasien dalam darah itu. Jika ada, artinya sistem kekebalan tubuh bekerja menangkal benda asing masuk ke dalam tubuh, termasuk virus meskipun tidak selalu virus corona.

Jika belum ditemukan vaksin penangkalnya, selama waktu itu cara pencegahan pandemi COVID-19 terkonsentrasi pada dua pendekatan. Yakni, kebijakan test trace and treat dan penyiapan kapasitas sistem kesehatan, seperti penyediaan tempat perawatan dan tenaga medis. Tingginya angka kematian (CFR), selain faktor penyakit penyerta (komorbiditas) juga jebolnya kapasitas sistem kesehatan bersangkutan.

Kasus COVID-19 di Brazil menjadi bukti sahih argumentasi itu. Kini, bahkan kasus di Brazil telah melampaui di Italia, Spanyol dan China, negara-negara episentrum penyebaran wabah di awal-awal pandemi COVID-19. Kasus di Brazil hanya kalah dari Amerika Serikat. Kedua negara itu, kendati ribuan kilometer jaraknya, namun secara politis memiliki pendekatan politik pandemi sama.

Presiden Donald Trump di Amerika Serikat dan Jair Bolsonaro di Brazil, kedua-duanya cenderung meremehkan bahaya pandemi COVID-19. Keduanya juga tak mempercayai analisis epidemilogis lembaga kesehatan resmi di negerinya. Data terbaru worldmeters, Amerika Serikat dan Brazil bersaing menjadi terbanyak di dunia, baik kasus infeksi maupun angka kematian. (*)

Bagikan
Exit mobile version