COVID-19 Di Kepri (2): Ayah Syahrul Dan Pesan Di Balik Kabar Duka
angkaberita.id – Kendati kasus infeksi COVID-19 di Kepri bertambah, namun kecenderungan pasien sembuh terus meningkat. Sedangkan kasus kematian akibat pandemi COVID-19 hingga sepekan terakhir sejak 10 Mei , secara akumulasi tercatat sebanyak 11 jiwa.
Data terakhir Gugus Tugas COVID-19 Kepri per 17 Mei 2020, dari 11 kasus kematian itu sebagian besar terjadi di Batam, yakni 7 kasus. Sedangkan 4 kasus lainnya terjadi di Tanjungpinang dan Bintan, masing-masing, 3 dan 1 kasus.
Satu kasus lagi masih menunggu hasil uji laboratorium sebelum dipastikan akibat COVID-19. Sedangkan empat kabupaten lainnya di Kepri nihil kasus kematian COVID-19. Berdasarkan data, sebagian besar kasus meninggal itu berjenis kelamin laki-laki dengan usia di kisaran 30-80 tahun, dengan persentase terbanyak di usia 50-59 tahun.
Di kelompok usia itu, terdapat nama Syahrul (59) Walikota Tanjungpinang. Syahrul tercatat sebagai pasien COVID-19 kasus 27. Syahrul diketahui memiliki riwayat penyakit penyerta sebelum mengembuskan nafas terakhir pada Selasa (28/4/2020) pukul 16.45 WIB.
Bersamaan dengan kabar duka itu, Gugus Tugas COVID-19 Pusat di Jakarta juga merilis data kasus kematian di tanah air. Selain memiliki riwayat penyakit penyerta, pasien COVID-19 meninggal di tanah air sebagian besar tergolong lansia. Dengan kelompok usia terbanyak kasus meninggalnya, yakni 60-79 tahun.
Penjelasan Jubir Gugus Tugas COVID-19, Achmad Yurianto saat itu, seperti mengonfirmasi laporan hasil evaluasi kasus COVID-19 di Wuhan, China. Seperti dikutip Statista, dalam laporan resmi lembaga kesehatan China, itu lansia dan pria berisiko tinggi terjangkit COVID-19, termasuk case fatality rate (CFR)-nya.
Tak heran, dengan peta itu, pemerintah mulai melonggarkan sejumlah kebijakan penanganan pandemi COVID-19, termasuk soal kemungkinan memperbolehkan warga berusia 45 tahun ke bawah beraktivitas kembali, termasuk ngantor dan bekerja seperti biasa, meskipun belakangan menuai pro kontra.
Serangan infeksi corona memang bersifat arbiter alias menjangkiti segala usia. Namun lansia paling berisiko fatal, terutama dengan riwayat penyakit penyerta. Sedangkan kaum pria, akibat pengaruh bawaan sistem hormonal, berisiko terinfeksi.
Dengan kata lain, secara teori, kaum pria berpotensi menambah kasus infeksi. Sedangkan Lansia berpotensi menambah kasus CFR. Lalu bagaimana dengan situasi di Kepri? Lansia, BPS mendefinisikan, sebagai penduduk berumur 60 tahun ke atas.
Namun mengacu pada Susenas 2018, sebagai basis analisis BPS, kelompok usia 45 menjadi puncak usia produktif. Karena berdasarkan penggolongan itu, kelompok usia 45-54 dan 55-59 tahun tergolong penduduk pra Lansia. Usia 60-69 termasuk Lansia muda, sedangkan usia 70-79 usia Lansia madya. Kemudian penduduk berusia di atas 80 tahun termasuk Lansia tua.
Berdasarkan laporan bertajuk Statistik Lansia Provinsi Kepri 2018, terdapat sebanyak 4,57 persen penduduk Lansia di Bumi Segantang Lada. Sebanyak 7,47 persen berada di pedesaan, dan 60,10 persen berstatus kepala rumah tangga.
Jika merujuk data itu, dapat disebut secara demografis, Kepri termasuk struktur penduduk berusia muda karena hanya sebanyak 4,57 persen saja penduduk berusia Lansia. Sebagian besar penduduk Kepri juga berdiam di perkotaan.
Secara psikografis, sebagian besar penduduk Lansia di Kepri berjenis kelamin perempuan. Yakni sebanyak 4,73 persen. Sedangkan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4,41 persen. Khusus Lansia laki-laki, dari jumlah 4,41 persen sebanyak 4,0 persen berdiam di perkotaan dan 6,8 persen di pedesaan.
Sedangkan penduduk Lansia perempuan sebagian besar berdiam di pedesaan, hanya 4,8 persen tinggal di perkotaan. Secara keseluruhan, penduduk Lansia di Kepri sebagian besar berdiam di pedesaan, sebanyak 7,46 persen.
Sedangkan jumlah desa di Kepri sebanyak 275, dan tersebar di 5 kabupaten. Di Kepri, hanya Batam dan Tanjungpinang tercatat tak memiliki desa. Lalu apa kaitannya dengan COVID-19 di Kepri?
Berdasarkan analisis pemberitaan media, pandemi COVID-19 sebagian besar menghajar wilayah perkotaan, dengan arus keluar masuk orang terbilang tinggi, sebagian seiring dengan status sebagai pusat perekonomian.
Dan, sebagian lainnya, berstatus ibukota provinsi seperti di tanah air. Sehingga, secara teori, COVID-10 dapat disebut sebagai wabah perkotaan. Data kasus COVID-19 di Kepri seperti mengonfirmasi itu.
Hingga 17 Mei 2020, dari 116 kasus di Kepri, sebanyak 87 kasus tersebar di tiga daerah, yakni Batam sebanyak 54 kasus, Tanjungpinang 26 kasus dan Bintan sebanyak 2 kasus. Keduanya, masing-masing, berstatus pusat perekonomian dan ibukota provinsi dan seluruhnya wilayah perkotaan.
Pun, kasus kematian akibat COVID-19 terdapat paralelitas. Sehingga kemungkinan terus bertambahnya kasus infeksi tak terelakkan merujuk pada argumentasi itu. Namun, apakah akan berlanjut menjadi kasus CFR sejauh ini justru banyak pasien COVID-19 di Kepri berangsur sembuh.
Dengan sebagian besar kasus kematian COVID-19 terjadi di Lansia dan pasien laki-laki. Tren pasien sembuh juga terus meningkat, jumlah pasien dalam perawatan berkurang di empat rumah sakit rujukan di Kepri.
Selain kapasitas sumber daya medis di Kepri terbilang baik, jika rujukannya rasio dokter dan rasio tempat tidur rumah sakit dengan jumlah penduduk, juga Kepri terbantu kondisi geografis kepulauan sehingga lebih mudah “memagari” jalur penularan virus COVID-19, setidaknya secara akses transportasi.
Kendati tertolong fakta struktur demografi penduduk berusia muda, namun risiko CFR di Kepri tetap ada. Karena tidak seluruh penduduk Lansia berada di pedesaan. Faktor demografi, meskipun belum terungkap benang merahnya, namun di mata pemenang Nobel Ekonomi 2019, Esther Duflo dan Abhijit Banerjee juga tak bisa diabaikan sebagai variabel.
Berkaca pada kasus COVID-19 di Benua Afrika, suami istri itu dalam opini di The Guardian, menyebut fakta Afrika berstruktur demografi penduduk muda menjadi modal melawan pandemi itu.
Meskipun rentan terinfeksi, namun secara usia penduduk Afrika terbilang di luar kelompok usia berisiko tinggi CFR. Dua ilmuwan MIT itu dikenal bertahun-tahun meriset kemiskinan dan negara berkembang, bahkan idenya soal universal basic income belakangan naik daun sebagai solusi mitigasi ekses COVID-19.
Secara teori, dengan mengacu data BPS Kepri di atas, kondisi COVID-19 di Bumi Segantang agaknya bakal terus berlanjut tren kesembuhannya, meskipun infeksi kemungkinan juga tak terbendung karena faktor demografi. Namun fakta banyak Lansia tinggal di pedesaan dan jauh dari perkotaan tak lantas boleh dianggap titik aman, khususnya oleh Pemda setempat.
(*)
UPDATE: Penambahan infografis tipologi penduduk lanjut usia (Lansia) di tanah air berdasarkan definisi BPS saat melakukan Susenas.