angkaberita.id

Sardison, Khatam Seluk Beluk Perencanaan Kepri

sardison kepala dinas pmd kependudukan dan catatan sipil kepri/angkaberita.id/marwah

Sardison, Khatam Seluk Beluk Perencanaan Kepri

NAMA lengkapnya Sardison (53), namun sejawatnya di Pemprov Kepri kerap memanggilnya Bang Icon. Kerjaannya mengurusi ikhwal penduduk Kepri, termasuk urusan kesejahteraan penduduk 275 desa di sekujur Bumi Segantang Lada.

Dia terlihat sangat menikmati dan menguasai penugasannya sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kepri. Dia lihai membaca deretan angka statistik hasil kerja staf di kantornya.

Lalu, dengan sedikit koreksi, menjadikan angka itu menjadi data siap pakai. Tak heran, saat terjadi kabar “eksodus” besar-besaran penduduk Batam akibat lesunya ekonomi di pusat pertumbuhan Kepri itu, dia mengaku tak heran. Meski demikian, dia kurang sepakat dengan istilah eksodus.

“Itu kondisi normal,” kata Magister Teknik Perencanaan UGM, dalam kesempatan perbincangan dengan angkaberita.id, belum lama ini. Sebagai pengampu kebijakan kependudukan, Sardison mengaku rentang kendali pekerjaannya luas dan harus melibatkan berbagai kalangan, baik secara vertikal maupun secara horizontal.

selain aktif berorganisasi, sardison rajin menempa diri hingga berbuah penghargaan atas kiprah dan kompetensinya/foto dokuemntasi pribadi

Karena, menurutnya, di Kepri sepanjang tahun terus terjadi pergerakan arus demografi, termasuk dalam provinsi. Dalam catatannya, ada bulan tertentu banyak pendatang masuk Kepri, dan bulan tertentu lainnya justru tak sedikit penduduk keluar dari Kepri. Dan, migrasi itu terjadi secara alami, sebagian memang dilatarbelakangi alasan ekonomi.

Soal sensus 2020 semisal, dinasnya menjadi mitra BPS menghasilkan data siap pakai pemerintah pusat mendesain kebijakan pembangunan, khususnya di wilayah kepulauan. Meskipun tetap BPS sebagai leading sector-nya, dinasnya menyiapkan gambaran kondisi daerah calon objek sensus penduduk 10 tahunan itu.

Apalagi sekarang sensusnya menggabungkan metode pencacahan manual dan berbasis online. Dan, menurutnya, belum seluruh penjuru Kepri terjangkau internet. Nah, dalam konteks itulah, pengalaman dinasnya dapat menjadi pegangan saat BPS pada akhirnya harus turun langsung ke lapangan.

“Wilayah Kepri ini kan banyak pulau, tantangannya berbeda dengan provinsi daratan,” kata Sardison. Diskusi bertukar pengalaman itu diharapkan menjadi bekal menyukseskan cacah jiwa di Kepri. Selain urusan pencacahan jiwa, Sardison juga menjadi andalan KPU menyediakan basis data calon pemilih saat Pilkada serentak di Kepri.

Dia mengaku soal basis data DP4, secara berjenjang di Kepri sudah dikirimkan ke Kemendagri selanjutnya diserahkan ke KPU. “KPU nanti yang berwenang mengumumkan hasil finalnya ke publik,” kelit Sardison saat diminta gambaran profil pemilih di Kepri pada Pilgub Kepri tahun ini.

dinas pmd kependudukan dan catatan sipil kepri melakukan gebrakan dengan mengadakan penghargaan bumdes se-kepri. foto kepala dinas pmd kependudukan dan catatan sipil kepri sardison/foto dinas pmd/abas

Selain kependudukan dan pencatatan sipil, nomenklatur kedinasannya juga mengharuskan dia memahami persoalan desa di sekujur Kepri. Bersyukur, berkat dukungan berbagai pihak, khususnya penduduk di 275 desa di Kepri, kerja keras Pemprov Kepri diakui di tingkat nasional dalam urusan penyaluran dana desa.

Penghargaan nasional dari Kemendes mendarat ke Kepri, dengan ganjaran sejumlah kabupaten mendapatkan keistimewaan skema penyaluran alokasi Dana Desa berbeda dengan daerah di provinsi lainnya.

Sardison mengaku, di tengah kelangkaan tenaga pengelola BUMDes, sebagai wadah pengelolaan Dana Desa, dirinya terus menyemangati pengurus desa percaya diri, dengan mengenali potensi desa. Hasilnya, sejumlah BUMDes di Kabupaten Bintan sanggup mengalirkan pendapatan ke kas desa melalui pengelolaan Desa Wisata.

Kalau melihat rekam jejak pengabdiannya sebagai PNS sejak berusia 20 tahun, dengan beragam bidang pekerjaan dan berbeda wilayah penugasan, sejumlah prestasi itu tak lebih konsekuensi dari dedikasi dan kerja kerasnya. Pengalaman menjadi katalis kesuksesannya meniti karir di pemerintahan, khususnya Pemprov Kepri.

Belum lagi, sejak muda dirinya dikenal aktif mengasah diri di sejumlah organisasi, termasuk kini di Kwarda Pramuka dan ICMI Kepri. Pria kelahiran Cerenti, Kabupaten Kuansing, 25 November 1966, ini juga getol mengembangkan diri melalui sejumlah pelatihan, kursus hingga pendidikan kedinasan. Sejumlah penghargaan juga mampir ke pria berkacamata ini.

Semua berawal di Pekanbaru. Tahun 1986, dirinya masuk pendidikan ikatan dinas di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Pekanbaru. Selepas lulus APDN dengan predikat dua besar lulusan terbaik di angkatannya, Sardison muda memutuskan berkarir di Pekanbaru, sebagai medan pertama menempa pengalaman sekaligus dekat kampung halaman, Kuantan Singingi (Kuansing).

Kebijakan di Pemprov Riau saat itu, lulusan tiga besar terbaik memang diberikan kebebasan menentukan tempat penugasan menjadi PNS. Keinginannya terkabul, Icon ditugaskan di Pemko Pekanbaru, termasuk sempat menjabat sekretaris kelurahan di Pekanbaru di tahun 1991.

Di sini, dirinya benar-benar harus menguras kemampuan. “Karena, kelurahan itu dikenal sebagai daerah dengan banyak masalah sosial, termasuk narkoba,” tuturnya mengenang masa-masa di kelurahan di Kecamatan Senapelan itu.

Demi menambah jam terbang, Icon kemudian mutasi ke Kabupaten Kepri, saat itu masih bagian Provinsi Riau. Di Kepri, dia menerima tantangan penugasan ke wilayah terpencil, bukan hanya jauh dari Pekanbaru, tapi juga berjarak 4 jam perjalanan feri dari Tanjungpinang, ibukota Kabupaten Kepri saat itu.

Namun tekadnya bulat, dia boyong istri dan anaknya menemani tugasnya sebagai Plt Sekretaris Kecamatan Lingga di Daik. Saat itu, Kecamatan Lingga mencakup kawasan Selinsing, yakni Senayang, Lingga dan Singkep. Selingsing belakangan menjadi cikal bakal Kabupaten Lingga sekarang.

Namun tak lama, dirinya mendapat kesempatan tugas belajar ke Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) di Jakarta. Saat itu, Ryaas Rasyid menjadi rektornya. Belakangan Ryaas menjadi Menteri PAN dan Otonomi Daerah di pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Begitu lulus, Pemkab Kepri mengirimnya ke tapal batas utara negeri, sebagai Sekretaris Kecamatan Siantan. Kini Siantan menjadi bagian Kabupaten Anambas. Tahun 1998, setelah empat tahun berkiprah di kecamatan dengan geografi kepulauan, dia ditarik ke Tanjungpinang.

Selama setahun hingga 1999, persis di masa pergolakan politik dalam negeri, dirinya menjabat Sekretaris Kecamatan Tanjungpinang Barat. Warsa 2001, dirinya mendapatkan penugasan ke Bappeda Kabupaten Kepri di masa Bupati Huzrin Hood.

Jeda waktu di antaranya dihabiskan dengan mengejar titel magister perencanaan kota dari UGM. Sardison terbilang tercepat lulus di angkatannya, 1999. Bekal keilmuan di Kampus Biru, sejak saat itu mengetapelkan dirinya ke tantangan selanjutnya.

Yakni, sebagai Camat Bintan Utara di Tanjung Uban, setelah tiga tahun berkutat dengan urusan perencanaan. Seiring berdirinya Pemprov Kepri di tahun 2002, setahun bertugas di Tanjung Uban, dirinya ditarik ke Pemprov Kepri.

Dia menjadi bagian mimpi besar Gubernur Ismeth Abdullah membangun Kepri. Di Bappeda, karir Sardison bertahan hingga Kepala Bappeda berganti empat kali. Sejak era Saleh Sahab, Noraida Mokhsen, Suhajar Diantoro hingga Robert Iwan Loriaux.

pergaulan luasnya menjadi medan pengabdian dirinya tak berkutat urusan kedinasan, namun juga persoalan-persoalan kemasyarakatan lainnya. Dan, itu mendapatkan pengakuan sosial masyarakat melalui penghargaan sejumlah lembaga kemasyarakatan/foto dokumentasi pribadi

Dua nama terakhir sempat menjabat Sekdaprov Kepri. Seperti aturan tak tertulis, menjabat Kepala Bappeda ibarat memegang setengah tiket menuju kursi Sekdaprov Kepri, setengah tiket lainnya tergantung garis tangan.

Praktis, selama 10 tahun, Sardison makan asam garam urusan perencanaan di Kepri, termasuk tarik ulur proses penentuan Dompak dan Bintan Bunyu, masing-masing, sebagai lokasi kantor Pemkab Bintan dan Pemprov Kepri kemudian hari.

Nah, selama waktu itu, dia mendaku dukungan istri dan keluarga menjadi penyemangat dirinya berkiprah di pemerintahan. “Kini anak saya empat orang, putra satu,” ucapnya dengan mata berbinar.

Kini, kendati tak di Bappeda lagi, namun hari-harinya di Dinas PMD, Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kepri, tak bergeser jauh. Kesibukannya tidak jauh dari perencananan dan angka-angka statistik, lengkap dengan agregasi data lazimnya di Bappeda.

Bedanya, kini dia fokus mengurusi status demografi penduduk Kepri dan mendampingi penduduk desa menjadi lebih sejahtera melalui pengucuran Dana Desa setiap tahunnya, sembari menyempatkan waktu bercengkerama dengan sang anak yang beranjak dewasa.

Kini telah masuk 34 tahun karir kepegawaiannya. Praktis, lebih separo usianya dihabiskan menjadi birokrat, dengan rentang wilayah penugasan dari Pekanbaru di Riau hingga Daik, Kabupaten Lingga di Kepri. Negara juga mengakui dedikasi dan pengabdiannya melalui Satya Lencana Pengabdian 20 Tahun Dan 30 Tahun.

Ibarat mengaji, Sardison bisa dibilang telah khatam penugasan di sekujur Kepri sekaligus kenyang urusan perencanaan, sembari bersiap menyelesaikan tantangan saat ini, yakni menuntaskan studi doktoral di Surabaya. (*)

Bagikan
Exit mobile version