Perubahan Iklim Dunia: Krisis Pangan Ancam Benua Asia Tahun 2030?

kasus gizi buruk mengancam bumi akibat kekeringan menyusul perubahan iklim global/foto via business-standard.com

Perubahan Iklim Dunia: Krisis Pangan Ancam Benua Asia Tahun 2030?

angkaberita.id – Perubahan iklim global tak terbendung. Sejumlah ancaman mengufuk di depan mata, termasuk krisis pangan di benua Asia. Akibat meningkatnya populasi di Asia, kebutuhan pangan juga meningkat.

Jika tidak dikelola dengan baik, Asia bersiap menghadapi krisis pangan. Diperlukan investasi senilai 800 miliar dolar Amerika, setara Rp 11 triliun dengan kurs per dolar Rp 14.000 demi menjamin pasokan pangan 10 tahun ke depan.

Dalam Asian Food Challenge Report, seperti dilansir CNBC Indonesia, terungkap konsumen Asia menginginkan makanan lebih aman, sehat dan berkelanjutan. Asia tulisnya, tidak dapat memberi makan dirinya sendiri, sehingga mengandalkan impor dari benua lain.

Jika investasi tadi tak terealisasi, industri bakal kesulitan memenuhi permintaan dan menghasilkan makanan lebih buru untuk populasi di Asia. “Asia tidak dapat memberi makan dirinya sendiri, mengandalkan impor yang mengalir melalui rantai pasokan dari Amerika, Eropa, dan Afrika,” tulis laporan yang disusun PwC, Rabobank, dan Temasek Singapura itu.

Laporan itu sebangun dengan laporan Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB tahun 2018. Secara umum, negara di Amerika Latin, Afrika Timur dan Asia Selatan merupakan pengekspor pangan, sebagian besar negara Asia dan Afrika lainnya justru pengimpor tulen.

Berdasarkan kajian Asian Food Challenge Report, pengeluaran makanan bakal melonjak lebih dua kali lipat di Asia pada tahun 2030, dari 4 triliun dolar Amerika pada 2019 menjadi 8 triliun dolar Amerika pada 2030.

Selain meningkatnya populasi, laporan itu juga menyebut perubahan iklim sebagai pemicu ancaman krisis pangan di Asia. Benang merahnya, perubahan iklim membuat pasokan bermasalah, sehingga harga melonjak. Jumlah lahan subur di Asia juga diperkirakan menurun 5 persen pada 2030.

“Kita terlalu bergantung pada negara lain untuk teknologi dan makanan kita. Dan jika kita tidak menyelesaikan ini, akam ada masalah di hadapan kita,” kata Richard Skinner, pemimpin strategi dan operasi PwC Asia Pasifik. (*)

Bagikan