angkaberita.id

Piala Dunia Wanita 2019: Kalah Pamor dan Kalah Hadiah. Ini Fakta-faktanya

isu kesenjangan hadiah menghantui hajatan piala dunia wanita 2019 di prancis. kendati fifa telah menggandakan hadiah menjadi 30 juta dolar, namun angka ini setara dengan hadiah prancis saat juara piala dunia 2018 di rusia. secara total hadiah di piala dunia 2018 ialah 400 juta dolar/foto via bolalob.com

Piala Dunia Wanita 2019: Kalah Pamor dan Kalah Hadiah. Ini Fakta-faktanya

angkaberita.id – Tak hanya kalah pamor, ajang Piala Dunia 2019 khusus perempuan juga kalah jumlah hadiah. Padahal, jumlah penonton di ajang ini dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan bertambah.

Tahun ini, Piala Dunia 2019 di Prancis ditargetkan menembus satu miliar penonton seluruh dunia. Peningkatan ini, satu di antaranya, akibat menguatnya isu kesenjangan hadiah dalam turnamen sepakbola di bawah nauangan FIFA ini.

Meskipun FIFA, federeasi sepakbola dunia, tahun ini menggandakan hadiahnya, menjadi 30 juta dolar dari sebelumnya hanya 15 juta dolar, tetap saja tak bisa menghilangkan keluh kesah.

Bandingkan dengan hadiah Piala Dunia 2018 di Rusia, FIFA menyiapkan 400 juta dolar, artinya secara total terdapat kesenjangan besaran hadiah sebesar 370 juta dolar. Ini bukan angka kecil kalau diukur dengan rupiah alias setara Rp 5,18 triliun dengan kurs per dolarnya Rp 14.000.

Sekadar gambaran, saat Prancis menaklukkan Kroasia di final Piala Dunia 2018, skuat besutan Didier Deschamps ini membawa pulang 38 juta dolar, 30 juta dolar di antaranya hadiah sebagai juara. Bahkan, angka ini masih lebih besar dibanding hadiah total turnamen Piala Dunia 2019 khusus perempuan.

Karena, mengutip riset statista, juara di Piala Dunia 2019 hanya akan membawa pulang hadiah 4 juta dolar. Kesenjangan besaran hadiah ini tak pelak memancing komentar kritis sejumlah bintang sepakbola wanita kenamaan dunia.

Bahkan, tak sedikit di antara mereka setelah memenangi piala dunia justru mengakhiri kiprah sepakbolanya, mengadu nasib ke karir lain. Hope Solo semisal, mantan penjaga gawang Amerika Serikat pemenang Piala Dunia 2015 di Kanada merupakan sosok paling vokal.

Kepada BBC, dia mengatakan, “Masih terjadi chauvinisme pria di FIFA, ini terlihat dari kesenjangan (hadiah) itu.” Solo bahkan pernah menggugat federasi sepakbola Amerika Serikat soal kesetaraan gaji.

Serikat pemain Australia malah meminta FIFA memberikan imbalan yang sama antara pesepakbola pria maupun wanita. Timnas Nigeria lebih keras lagi tuntutannya, bahkan mereka hingga menggelar aksi protes dengan mogok di hotel setelah memenangi Piala Afrika 2016.

Paling dramatis tentu saja Ada Hegerberg, setelah memenangi gelar pemain terbaik piala dunia, pesepakbola Norwegia ini memutuskan pensiun dari sepakbola pada 2017 setelah perlakuan berbeda federasi sepakbola negaranya.

Kendati belakangan, federasi di sana akhirnya mengabulkan tuntutannya. Namun Ada masih menganggapnya “masih jauh panggang dari api” mengutip suatu peribahasa. Dia juga menolak bergabung ke timnas Norwegia ke ajang Piala Dunia 2019 di Prancis.

Kendati ramai dengan isu kesenjangan hadiah dan gaji pemain timnas peserta Piala Dunia 2019, Prancis sebagai penyelenggara agaknya justru terobesesi dengan kesuksesan Kanada tahun 2015.

FIFA dalam laman resminya, menyatakan Piala Dunia ke-7 di Kanada berhasil “memecahkan rekor”, selain sebanyak 24 tim berlaga di turnamen itu, Kanada juga menjadi saksi kehebatan Timnas Amerika Serikat menjadi juara dunia kali ketiga sekaligus menjadi satu-satunya negara dalam sejarah piala dunia wanita.

Prestasi lainnya, Piala Dunia 2015 di Kanada juga terbilang turnamen paling produktif bahkan dibanding penyelanggaraan di Jerman sebagai tuan rumah.

Sepanjang turnamen tercatat tercipta sebanyak 112 gol, mengalahkan rekor di Piala Dunia 2011 di Jerman sebanyak 86. Rekor di Jerman ialah Jepang menjadi juara dunia kali pertama setelah menang adu penalti di final melawan Amerika Serikat. (*)

Bagikan
Exit mobile version