angkaberita.id –Pergulatan politik di Timur Tengah tak bisa dilepaskan dari pengaruh Mesir. Bersama Arab Saudi dan Uni Arab Emirat, Mesir diyakini tengah berebut pengaruh geopolitik bertarung dengan Iran, Turki dan Qatar di kutub lainnya.
Tak heran, sebagian analis politik Timur Tengah meyakini ada jejak dua kubu berperang dingin ini di setiap kejadin politik yang tengah membara di Timur Tengah.
Seperti perang Yaman, konflik di Libya dan terbaru aksi penggulingan militer Sudan terhadap Omar Al Bashir, presiden sekaligus mantan jenderal militer Sudan.
Berkaca dari Sejarah, Mesir juga termasuk peradaban tua dan legendaris. Jejak sejarahnya bahkan terlacak di kitab suci. Kekaisaran Romawi juga menyaksikan pengaruh Mesir lewat Ratu Cleopatra.
Paling mutakhir, imperium Islam juga pernah menancapkan kukunya di Mesir. Bahkan membangun dinasti yang bertahan hingga 300 tahun. Namanya Dinasti Mamluk. Berasal dari Bahasa Arab mamlūk (tunggal) dan mamālīk (jamak)) merupakan dinasti di Mesir yang sejarahnya beradal dari budan belian.
Selama 300 tahun, persisnya sejak tahun 1250 hingga 1517, Dinasti Mamluk berkuasa di Mesir dan Suriah. Kekuasaan mereka berakhir setelah ditaklukan Turki Usmani yang kemudian membangun imperium baru.
Mamluk cikal bakalnya di masa kekuasaan Kekalifahan Abasiyah, abad ke-9. Pengaruh politiknya juga masih terasa di Mesir hingga abad ke-19. Dinasti Mamluk juga menorehkan tinta emas saat menghancurkan Mongol sekaligus menyelamatkan Suriah, Mesir sekaligus menyelamatkan nama baik Kekalifahan Abasiyah yang dihancurkan Mongol sebelumnya.
Kairo di masa Dinasti Mamluk menjadi pusat kota dunia Islam di abad pertengahan. Pendidikan, arsitektur dan cabang kehidupan sosial masyarakat berkembang pesat.
Secara umum, Dinasti Mamluk terbagi dalam dua fase sejarahnya. Pertama, kurun waktu 1250-1381 saat kelompok Bahri menjadi penguasa dan sumber penguasa Mamluk.
Kemudian fase kedua antara 1382-1517, ketika kelompok Burgi yang gantian berkuasa dan dari penguasa kelompok inilah akhrinya nama Mamluk dikenal.
Kelompok ini didominasi kalangan budak belian dari Persia. Mereka mengabdi kepada Sultan As Salih, Sultan terakhir dari Dinasti Ayubiah yang akhirnya mereka kudeta pada 1250.
Bahirya atau resimen Delta, karena markasnya berlokasi di tengah Kota Kairo menjadi asal mula kelompok Burgi, orang juga mengenal Burgi sebagai resimen Menara.
Serdadu Resimen Burgi ini bukanlah asli Mesir, tapi budak belian yang kebanyakan berasal dari suku bangsa Turki Qipchak. Mereka berasal dari Asia Tengah. Mereka memiliki tradisi, para penguasanya tidak bisa mewariskan kekuasaan ke anaknya. Karenanya, para penguasa serdadu kelompok ini selalu berganti-ganti.
Berbeda dari Burgi, kelompok Bahri kebanyakan berasal dari Rusia Selatan, sebagian besar dari Circassians. Mereka berasal dari Kaukasus. Sebagai penduduk yang biasa tingga di padang rumput, tradisi mereka mirip dengan Mongol disbanding tradisi Mesir atau Suriah.
Sejarawan Arab, Abu Shama mencatat kesamaan tradisi dalam keseharian ini yang mendasari kedigdayaan Mamluk hingga akhirnya sanggup mengalahkan Mongol dalam pertempuran di Ayn Jalut pada 1260. “Orang belantara mengalahkan sesama orang belantara,” kata Shama mengistilahkan.
Seperti pasukan Jannisari di Turki Usmani, pasukan Dinasti Mamluk awalnya budak belian. Sebanyak 13 budak diambil di kawasan utara Kekaisaran Persia.
Mereka dilatih dan dididik kemiliteran dan menjadi pasukan elite khusus pengawal sultan. Mereka diandalkan dan dikirimkan ke banyak tempat seiring ekspansi dan ekspedisi militer kesultanan, termasuk ke Spanyol. (*)