angkaberita.id

Kesaksian Pakar Singapura, Kondisi Ekonomi Negara Picu Penyakit Kanker

tidak memiliki uang alias kantong kering (kanker) ternyata benar-benar memicu kanker/foto merdeka.com

angkaberita.id – Penyakit kanker ternyata juga akibat kondisi kemiskinan. Negara memiliki andil jika banyak warga negaranya menderita penyakit kanker.

Demikian benang merah penjelasan pakar kanker dari Singapura. Konsultan Senior Onkologi Medis Parkway Cancer Centre (PCC), Singapura Dr. Ang Peng Tiam menyatakan, kondisi perekonomian suatu negara dapat menentukan tinggi rendahnya penyakit kanker yang ada.

“Beberapa kanker terkait dengan kekayaan, beberapa kanker terkait dengan kemiskinan,” kata Ang ketika ditemui Health Liputan6.com di kawasan Sudirman, Jakarta seperti dilansir laman situs merdeka.com, Jumat (5/4/2019).

Ang memberikan sebuah ilustrasi. Kanker payudara misalnya, penyakit ini banyak ditemui di negara-negara dengan perekonomian yang baik atau maju seperti Singapura dan Amerika Serikat.

Sementara itu, jenis kanker yang banyak menyerang perempuan ini tidak banyak ditemukan di India. Ang mengatakan, kondisi ekonomi yang baik juga membuat konsumsi daging merah atau makanan berlemak semakin tinggi.

Ini berbanding terbalik dengan negara-negara miskin yang lebih banyak mengonsumsi makanan berbasis tumbuhan. “Ini salah satu alasan mengapa kanker payudara atau kolorektal lebih banyak ditemui di negara-negara Barat jika dibandingkan dengan India,” tambah dokter yang merupakan Direktur Medis PCC itu.

“Sementara itu, kanker yang terkait dengan kemiskinan salah satunya adalah kanker perut. Namun banyak orang berargumen, kalau begitu, kenapa ini tinggi di Jepang? Hal ini karena di Jepang, ada faktor makanan yang mempengaruhi,” ujar Ang.

Maka dari itu, meskipun punya pengaruh, tetapi bukan berarti suatu kanker disebabkan secara tunggal oleh kondisi ekonomi suatu negara. Ada banyak faktor risiko pemicu timbulnya hal semacam itu.

“Misalnya kanker hati banyak ditemukan di negara yang tinggi angka hepatitis B atau hepatitis C. Misalnya di Singapura, karena bayi sudah divaksin hepatitis, jumlah kanker hati perlahan menurun.”

Ketika tahu bahwa angka kanker payudara dan serviks di Indonesia terbilang tinggi, Ang mengatakan bahwa ada kemungkinan berbagai jenis kanker lain yang belum terungkap.

Ini karena wilayah Indonesia yang luas serta terdiri dari beragam kondisi ekonomi. “Indonesia tidak bisa langsung dikotak-kotakkan yang paling sering satu jenis kanker tapi harus dilihat berdasarkan kelompok orang di dalamnya,” ujar Ang.

“Indonesia adalah negara yang sangat besar, kemampuan untuk melihat seluruh negara sangatlah kompleks. Jadi ketika ditemukan bahwa kanker payudara adalah yang paling sering,

patut dipertanyakan apa itu mayoritas di Jakarta atau di desa-desa kecil di mana orang mungkin kena kanker tapi tidak tahu penyebabnya,” sambungnya.

Jika dibandingkan dengan Singapura, akurasi pendataan jelas lebih mudah karena penduduknya tidak terlalu banyak dan berada di satu wilayah kecil. Sementara di Indonesia, ada sekitar 200 juta penduduk yang tersebar di ribuan pulau.

“Maka dari itu, kalau soal akurasi di Singapura mungkin lebih mudah ketimbang di Indonesia yang penduduknya banyak dan terpencar-pencar,” jelas Ang. (liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Bagikan
Exit mobile version