angkaberita.id

Inilah Sejarah Perseteruan Abadi Adidas dan Puma, Ternyata Persaingan Saudara Kandung

Ilustrasi adidas dan puma/foto contiki.com via Intisari.grid.id

angkaberita.id – Berbeda dengan epos Mahabharata, perseteruan dua saudara kandung di Jerman ini justru melahirkan dua merek peralatan olahraga terkenal di dunia, Adidas dan Puma.

Kisah adidas tidak bisa diterangkan tanpa menjelaskan bahwa pernah ada pertikaian antara dua saudara. Itulah alasannya mengapa di kota kecil Herzogenaurach muncul dua raksasa industri olahraga biarpun mereka belum seimbang.

Namun yang kecil masih cukup besar untuk dihitung sebagai raksasa industri olahraga dunia. Rudolf Dassler dan adiknya Adolf yang juga disebut Adi, pertengahan tahun 1920-an mulai membuat sepatu olahraga.

Yang mendorongnya berbuat demikian ialah Walther, yang waktu itu pelatih negara untuk atletik ringan. Tahun 1925 sepatu olahraga dan senam pertama sudah dibuat dan tahun 1928 di Amsterdam peserta Olimpiade Jerman sudah mengenakan produksi Dassler bersaudara.

Tahun 1936 Jesse Owens, empat kali pemenang Olimpiade juga sudah berlari dengan sepatu Dassler. Ketika perang pecah tahun 1939 sudah 100 orang yang bekerja pada perusahaan Dassler bersaudara itu. Sepuluh tahun kemudian mereka berpisah karena bertengkar.

Masing-masing mereka membuat pabrik sendiri: Adolf Dassler membuat barang merek “adidas” sedangkan Rudolf menyebut hasilnya “Puma”. Kedua perusahaan berkembang dengan baik tetapi pertengkaran anta keluarga tetap.

Sampai sekarang kedua keluarga itu tetap tidak saling tegur biarpun pendiri kedua perusahaan itu dua-duanya sudah meninggal. Yang sudah dilakukan pemain baseball Spalding dari Amerika dilakukan pula oleh adidas dan Puma sampai terlalu ekstrim.

Dengan memperlengkapi pemain olahraga top dan kesebelasan nasional mereka melakukan pemasaran yang tidak ada duanya di dunia ekonomi modern.

Dalam beberapa jenis olahraga dan pada beberapa pertandingan besar sering hanya digunakan sepatu adidas atau Puma. Superstar sepakbola Pele dan Eusebio selalu menyepak bola dengan sepatu Puma. Fritz Walter dan Franz Beckenbauer selalu mengenakan adidas.

Rudolf Dassler tubuhnya kekar dan ramah. Namun dalam hal bisnis ternyata adiknya Adi Dassler lebih berhasil membuat perbaikan pada sepatunya. Isteri, empat anak perempuannya dan anak laki-lakinya Horst membantunya.

Villa “Adi” Dassler sudah berpuluh-puluh tahun selalu penuh dengan tamu atlit-atlit top dari seluruh dunia. Segera para pemenang Olimpade, pemegang rekor dunia dan beberapa atlit yang kurang berhasil dari seluruh dunia, merasa bahwa mereka dengan mudah dapat “mengadu” kedua saudara yang tidak akur ini. P

erang sepatu dalam arena olahraga memenuhi headline koran-koran, perkumpulan olahraga internasional ikut campur dan selama beberapa waktu ada perdamaian, sampai terjadi perkara yang spektakuler.

Puma kalah di pengadilan. Waktu itu ia tidak setuju bahwa adidas mendapat hak monopoli untuk menyediakan alat-alat olahraga bagi perkumpulan sepakbola nasional.

Lalu terjadi balasan kecil. Ketika perkumpulan handbal Jerman musim semi tahun yang lalu tidak meneruskan kontraknya dengan adidas, Puma yang mendapatnya. Kini adidas merupakan perusahaan dunia dengan 12.000 karyawan di 18 negara.

Namun kemajuan itu tidak bisa berhasil andaikata anaknya Horst tidak mengambil langkah yang luar biasa dengan membuka cabang di Perancis. Anak muda ini tidak puas dengan membuat sepatu di Elsass saja.

Ia juga mendirikan antara lain perusahaan mode mandi “Arena” dan banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh yang memegahg peranan penting dalam ‘politik olahraga Internasional.

Horst Dassler mengenal orang-orang dalam dari komite Olimpiade lebih baik dari siapapun juga dari kelompok ini. Bahwa ia terutama beroperasi dari Perancis merupakan manfaat karena ada pejabat, yang masih mempunyai rasa kurang enak terhadap Jerman.

Ibaratnya adidas a la France sudah di dalam selama orang lain baru mengetuk pintu. adidas dan Arena misalnya akan menyediakan pakaian bagi 35.000 pejabat dan pembantunya selama permainan Olimpiade di Moskwa.

Sejak bulan Mei di Sovyet Uni sudah dibuat sepatu adidas. Juga di Beijing, Horst Dasslef sudah menutup kontrak.

pendiri Puma dan Adidas/Foto hypergalore via Intisari.grid.id

Orang Jepang meniru sepatu Jerman untuk AS

Di rumah, di Herzogenaurach, setelah Adi Dassler meninggal tahun 1977, semua dibagi rata antara lima orang anak, tetapi ibu Dassler tetap memegang kemudi.

Anak laki-laki Horst diminta untuk melepaskan beberapa perusahaan yang selama ini dikelola sendiri. Dan ia diminta untuk lebih sering datang ke Herzogenaurach.

Iparnya Alf Bente suami puteri tertua harus diterima sebagai partner dagang sama tinggi. Kesulitan ini tidak dialami oleh kemenakan Armin. Ia masih tetap duduk sendiri di kursi direktur Pusat Puma.

Saudaranya Gerd diberi sepertiga andil dan kedudukan kecil. Armin Dassler lain dari sepupunya Horst. Karena itu kerajaan adidas strukturnya lain dari Puma.

Kalau di adidas sudah dipekerjakan pemasar yang dididik secara akademis, Armin Dassler masih bekerja seperti seorang bapak dalam keluarga. Ia lebih suka kebebasan bertindak.

Tawaran untuk menjual usahanya ditolak dengan senyum tetapi ia juga tidak mau mengubah diri. Pabrik Armin Dassler memproduksi di Jerman, Perancis, Austria dan Australia.

Perusahaannya memberi lisensinya di Yugoslavia, Italia dan Muangthai, di Pilipina dan Argentina. Mereka setiap hari menghasilkan 60 ribu pasang sepatu olahraga dan untuk bersantai. Angka omzetnya tetap hanya spekulasi.

Kalau orang menaksir “sekitar 250juta setahun angka itu sudah dekat dengan kebenaran kata Dassler. Tetapi taksiran majalah Capital yang menyebut angka setengah milyar juga tidak dibantah.

Karena waktu bersantai tambah banyak sekarang, perusahaan alat olahraga juga mengharapkan masa yang lebih cerah. Namun ini juga mengundang orang yang suka meniru.

Perusahaan Jepang sudah meniru tiga baris khas adidas untuk sepatu pesanan dari Amerika Serikat. Juga ditil lain sudah dibuat persis seperti sepatu Jerman.

Perusahaan Tokyo “Tiger” mengkombinir formstrip Puma dan tiga baris adidas menjadi merek baru. Soalnya kekhasan ini tidak dilindungi hukum. Namun di Amerika tanpa meniru siapa-siapa juga sudah muncul suatu perusahaan besar.

Dari praktis nol Blue Ribbon Sports dengan merek sepatunya “Nike” kini menjadi perusahaan yang mempunyai omzet 150 juta dolar dalam beberapa tahun. Ini berkat demam jogging.

Di pasaran jogging di AS, Nike paling unggul. “Kami memang kebobolan,” kata orang-orang di Herzogenaurach dengan terus terang. (Intisari.grid.id/Karl Heinz Huba –Intisari Februari 1980)

Bagikan
Exit mobile version