angkaberita.id – Demi mendorong produksi dan ekspor industri otomotif khususnya kendaraan emisi rendah, Kementerian Keuangan mengusulkan perubahan skema pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor roda empat.
Seperti dilansir laman situs kontan.co.id, Selasa (13/3/2019) perubahan skema insentif yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan menyangkut dasar pengenaan, pengelompokan kapasitas mesin, pengelompokan tipe kendaraan, prinsip pengenaan hingga program insentif.
Dalam aturan sebelumnya, pengenaan PPnBM berdasarkan kapasitas mesin. Maka di aturan baru nanti, penghitungan PPnBM-nya dilakukan berdasarkan konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi CO2.
Pengelompokan kapasitas mesin dalam aturan yang berlaku saat ini terdiri atas diesel yakni kurang dari 1.500 cc, 1.500 hingga 2.500 cc, hingga lebih dari 2.500 cc. Lalu, kapasitas mesin gasoline yakni kurang dari 1.500 cc, 1.500 – 2.500 – 3.000 cc, dan lebih besar dari 3.000 cc.
“Nanti dalam perubahannya hanya akan dibagi dua kelompok yakni di bawah 3.000 cc dan di atas 3.000 cc,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (11/3/2019).
Dalam aturan baru, Kementerian Keuangan mengusulkan supaya prinsip pengenaan PPnBM melihat semakin rendah emisinya maka semakin rendah tarif pajaknya. Berbeda dengan aturan saat ini yang justru mempertimbangkan besaran cc mobil.
Bila dalam aturan saat ini tipe kendaraan dibedakan menjadi sedan dan non sedan, maka ke depan tidak akan ada pembedaan sedan dan non sedan.
Kemenkeu mengusulkan supaya diberikan insentif PPnBM bila kendaraan tersebut termasuk dalam kendaraan beremisi rendah. Bila dalam aturan sebelumnya insentif hanya diberikan untuk kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2).
Dalam aturan baru ini insentif diberikan kepada KBH2, Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug in HEV, Flexy Engine, Electic Vehicle. Menurut Sri Mulyani, sampai saat ini industri alat angkut baru berkontribusi sebesar 1,76% terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 260,9 triliun.
“Melihat basis yang masih kecil ini terdapat potensi ekspor dari kendaraan bermotor. Karena itu industri angkut dengan teknologi yang lebih kompetitif perlu didorong untuk mendorong pertumbuhan industri di dalam negeri. Ini juga untuk meningkatkan ekspor,” tutur Sri Mulyani.
Namun perubahan PPnBM ini tak harus dilakukan sesegera mungkin. Dia menjelaskan, atas diskusi dengan para pelaku usaha, rencananya aturan ini akan berlaku pada 2021.
Dengan begitu, pelaku usaha akan mampu melakukan penyesuaian dengan teknologi atau bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif PPnBM yang lebih rendah lalu pelaku usaha baru bisa mendapatkan kepastian berusaha. (*)